Selasa, 29 Desember 2009

BAB I :Uraian Pluralisme Agama

A. Pengertian Pluralisme

Secara Etimologis, Pluralisme agama berasal dari dua kata, yaitu “Pluralisme” dan “Agama”. Dalam bahasa arab diterjemahkan “Al-Ta’addudiyah al-dinniyyah” dan dalam bahasa inggris “Religious Pluralism”.[1] Kata Pluralisme agama yang kita kenal selama ini merupakan terjemahan dari bahasa inggris dimana “Pluralism” berarti “jama” atau lebih dari satu. Dalam kamus bahasa inggris kata Pluralism mempunyai tiga pengertian yaitu

a. Pertama, Pengertian kegerejaan

b.Kedua, Pengertian Filosofis, yakni sistem pemikiran yang mengakui adanya landasan pemikiran yang mendasar, yang lebih dari satu.

c. Ketiga, Pengertian Sosio-politis adalah suatu sistem yang mengakui koeksistensi

keragaman kelompok, baik yang bercorak ras, suku, aliran, maupun partai dengan tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat karakteristik, diantaranya kelompok-kelompok tersebut.[2]

Untuk mendefinisikan agama, setidaknya bisa menggunakan tiga pendekatan, yakni dari segi “Fungsi”,”Institusi”,dan “substansi”.[3] Dr. Muhammad Abdullah Darraz mempunyai pendapat lain, menurutnya agama dapat didefinisikan dari dua aspek:

a. Pertama, sebagai keadaan psikologis , yakni: Religiusitas, dengan demikian agama adalah kepercayaan atau iman kepada zat yang bersifat Ketuhanan, yang patut ditaati dan disembah.

b. Kedua, Sebagai Hakikat Eksternal, bahwa agama adalah seperangkat panduan teoritis yang mengajarkan konsepsi Ketuhanan dan seperangkat aturan praktis yang mengatur aspek ritualnya.

Para ahli sejarah sosial, cenderung mendefinisikan agama sebagai suatu institusi historis suatu pandangan hidup yang institutionalized yang mudah dibedakan dari yang lain, yang sejenis. Sedangkan para ahli Sosiologi dan Antropologi cenderung mendefinisikan agama dari sudut fungsi sosialnya yaitu suatu sistem kehidupan yang mengikat manusia dalam satuan-satuan atau kelompok-kelompok sosial.

Adapun pengertian agama dalam wacana pemikiran barat telah mengundang perdebatan dan polemik yang tak berkesudahan, baik di bidang ilmu filsafat agama, teologi, sosiologi, antropologi, maupun dibidang ilmu perbandingan agama sendiri. Sehingga sangat sulit untuk mendefinisikan agama itu sendiri.

Dengan demikian, dapat didefinisikan bahwa “pluralisme agama” adalah kondisi hidup bersama antar agama, yang masing-masing penganut agama tersebut memegang ajaran agamanya masing-masing. Menurut Jhon Hick[4], “Pluralisme agama adalah suatu gagasan bahwa agama-agama besar dunia merupakan persepsi dan konsepsi yang berbeda tentang, dan secara bertepatan merupakan respon yang beragam terhadap, Yang Real atau Yang Agung dari dalam pranata kultural manusia yang bervariasi; dan bahwa transformasi wujud manusia dari pemusatan-diri menuju pemusatan-hakikat terjadi secara nyata dalam setiap masing-masing pranata kultural manusia tersebut-dan terjadi, sejauh yang dapat diamati, sampai pada batas yang sama.

B. Sejarah dan Perkembangan Pluralisme Agama

Pemikiran pluralisme agama muncul pada masa yang disebut Pencerahan (Enlightenment) Eropa, tepatnya pada abad ke-18 Masehi, masa yang sering disebut sebagai titik permulaan bangkitnya gerakan pemikiran modern. Yaitu masa yang diwarnai dengan wacana-wacana baru pergolakan pemikiran manusia yang berorientasi pada superioritas akal (rasionalisme) dan pembebasan akal dari kungkungan-kungkungan agama.[5]

Ketika memasuki abad ke-20, gagasan pluralisme agama telah semakin kokoh dalam wacana pemikiran filsafat dan teologi barat. Tokoh yang tercatat pada barisan pemula muncul dengan gigih mengedepankan gagasan ini adalah seorang teolog kristen Liberal Ernst Troeltsch (1865-1923). Dalam sebuah makalahnya yang berjudul The Place of Christian ity among the World Religions (Posisi Agama Kristen diantara agama-agama Dunia) yang disampaikan dalam sebuah kuliah di Universitas Oxford menjelang wafatnya pada tahun 1923, Troeltsch melontarkan gagasan pluralisme agama secara argumentatif bahwa dalam semua agama, termasuk Kristen, selalu mengandung elemen kebenaran dan tidak satu agama pun yang memiliki kebenaran mutlak, konsep ketuhanan di muka bumi ini beragam dan tidak hanya satu.[6]

Setelah Perang Dunia Kedua, yaitu ketika mulai terbuka kesempatan besar bagi generasi muda Muslim untuk mengenyam pendidikan di universitas-universitas Barat sehingga mereka dapat berkenalan dan bergesekan langsung dengan budaya barat.

Kemudian di lain pihak, gagasan pluralisme agama menembus dan menyusup ke wacana pemikiran Islam melalui karya-karya pemikir-pemikir Muslim seperti Rene Guenon (Abdul Wahid Yahya) dan Frithjof Schuon (Isa Nuruddin Ahmad).

C. Sebab-sebab timbulnya teori Pluralisme Agama

Sebab-sebab lahirnya teori Pluralisme agama banyak dan beragam, sekaligus kompleks. Namun secara umum dapat diklasifikasikan dalam dua faktor utama yaitu faktor internal (ideologis) dan faktor Eksternal, yang mana antara satu faktor dengan faktor lainnya saling mempengaruhi dan saling berhubungan erat. Faktor Internal merupakan faktor yang timbul akibat tuntutan akan kebenaran yang mutlak (absolute truth claims) dari agama-agama itu sendiri, baik dalam masalah aqidah, sejarah maupun dalam masalah keyakinan atau Doktrin “keterpilihan”. Faktor ini sering juga dinamakan dengan faktor Ideologis. Adapun faktor yang timbul dari luar dapat diklasifikasikan ke dalam dua hal, yaitu faktor sosiopolitis dan faktor ilmiah.

Adapun Faktor-faktor tersebut adalah

A. Faktor Internal (Ideologis)

Keyakinan seseorang yang serba mutlak dan absolut bahwa apa yang diyakini dan diimaninya itu paling benar dan paling superior, adalah alami belaka. Keyakinan akan absolutisme dan kemutlakan ini berlaku dalam hal aqidah, mazhab, dan ideology (baik yang berasal dari wahyu Allah maupun dari sumber lainnya). Dalam konteks ideologi ini, umat manusia terbagi menjadi dua bagian, yang pertama mereka yang beriman dengan teguh terhadap wahyu langit atau samawi, sedangkan kelompok yang kedua adalah mereka yang tidak beriman kecuali hanya kepada kemampuan akal saja (rasionalis).

Perbedaan cara pandang dalam beriman dan beragama secara otomatis akan mengantarkan kepada perbedaan dan pertentangan di setiap masalah dalam menentukan kebenaran yang mutlak. Sebab, keimanan adalah pokok seluruh permasalahan.

Adapun yang termasuk dalam faktor ideologis adalah :

  1. Aqidah Ketuhanan

Teologi tauhid mempunyai pengertian yang beragam dan kontradiktif bagi para pemeluk agama yang tumbuh, berkembang, dan bersumber dari satu keluarga, yaitu Ibrahim. Dengan pernyataan yang berbeda itulah sering terjadi perbedaan pendapat dan terjadi perselisihan.

  1. Aqidah Keterpilihan

Aqidah ini termasuk aqidah yang sangat peka dan berperan penting dalam membentuk kesadaran emosional suatu umat agama tertentu. Pada prinsipnya aqidah ini lebih dikenal di kalangan agama-agama samawi di banding agama-agama lain.

Seperti dalam agama-agama samawi, contohnya:agama Yudaisme yang dalam kitab-kitab sucinya jelas-jelas menegaskan pemilihan tuhan kepada mereka. Jika dalam umat kristen, aqidah “keterpilihan” lebih didasarkan pada ajaran dan doktrin gereja yang menegaskan bahwa tuhan telah memilih Isa Al-Masih.

Sedangkan dalam Islam, keyakinan “keterpilihan”umat Islam oleh Allah, surat Ali-Imran:110, yang artinya :

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah…………”

Karena masing-masing agama merasa bahwa dirinya terpilih, maka masing-masing agama mempertahankan atau membela agamanya masing-masing sehingga terjadi perselisihan antaragama.

  1. Aqidah Pembebasan dan Keselamatan

Konsep aqidah pembebasan dan keselamatan pada dasarnya merupakan konsekuensi logis dari konsep teologi ketuhanan dan teologi keterpilihan. Oleh karenanya, wacana teologi pembebasan dan keselamatan ini memiliki hubungan timbal balik yang sangat erat dengan salah satu dari kedua keyakinan tersebut di atas tadi.

Aqidah tersebut di atas merupakan ciri yang sangat karakteristik dari semua agama baik yang mengakui eksistensi Tuhan dan agama yang tidak mengakui Eksistensi Tuhan, termasuk filsafat-filsafat dan aliran-aliran ideologi modern.

B. Faktor Eksternal

Yang termasuk faktor eksternal yaitu :

  1. Sosio-politis

Salah satu faktor yang mendorong munculnya teori pluralisme agama adalah berkembangnya wacana-wacana sosio-politis, demokrasi, dan nasionalisme yang telah melahirkan sistem negara-bangsa yang kemudian mengarah pada arus globalisasi. Yang merupakan hasil praktis dari sebuah proses sosial dan politis yang berlangsung selama kurang lebih tiga abad.

Proses ini bermula semenjak pemikiran manusia mengenal “liberalisme”yang menerompetkan irama-irama kebebasan, toleransi, kesamaan, dan pluralisme. Meski dasar-dasar liberalisme semula tumbuh dan berkembang sebagai proses sosio-politis dan sekular, tapi kemudian paham ini tidak lagi terbatas pada masalah-masalah politis belaka.

  1. Faktor Keilmuan: Gerakan Kajian-kajian “ilmiah”Modern terhadap Agama-agama.

Timbulnya teori-teori pluralisme agama adalah maraknya studi-studi “ilmiah”modern terhadap agama-agama dunia, atau yang sering juga dikenal dengan studi Perbandingan Agama (Religionswissenschaft).


BAB II : Pluralisme Agama dalam perspektif Islam

A. Pluralisme dalam Islam

Pluralisme dalam Islam antara lain dapat dilihat dari kenyataan makhluk Allah, suku bangsa, bahasa, agama, partai/golongan, profesi, sumber daya, dan hukum.

1. Pluralisme makhluk Allah,

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa manusia bukanlah makhluk stu-satunya di dunia ini. Disamping manusia, ada jin, iblis, dan malaikat yang tidak dapat dilihat oleh manusia. Pluralisme makhluk Allah bertujuan menguji kemanusiaan manusia yang dapat patuh dan membangkang kepada Allah berdasarkan pilihan bebasnya tetapi dengan resiko yang harus diterima akibat pilihannya itu, baik di dunia maupun di akhirat

2. Pluralisme suku bangsa

Pluralisme suku bangsa disamping bernilai positif untuk kemajuan suku dan bangsa tersebut juga bersifat negatif ke arah terjadinya konflik dan penindasan antara sesama manusia. Islam meliht bahwa bersuku dan berbangsa adalah suatu yang normal, tetapi keadaan seseorang dalam satu suku bangsa tidak lebih baik dari seseorang yang berada di suku atau bangsa lain, kecuali yang berprestasi baik dalam ukuran moral.[7]

Al-Qur’an menyatakan bahwa manusia diciptakan berpasang-pasangan dan dijadikan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa gar saling mngenal satu sama lain. Orang yang paling mulia diantara mereka adalah orang yang paling bertaqwa, dalam QS. Al-Hujurat ayat 13 yang artinya :

Pluralisme suku bangsa bertujuan untuk “fastabiqul Khairat” (kompetensi dalam melakukan kebaikan).

3. Pluralisme Bahasa

Pluralisme bahasa yang mengikuti pluralisme bangsa. Bangsa-bangsa berbudaya dan berperadaban melalui bahasa yang mereka ucapkan. Bahkan ada pepatah yang menyatakan”Bahasa menunjukkan bangsa”. Dalam Islam, bahasa menunjukkan kebesaran Allah, yang memberikan kemampuan kepada manusia untuk menyatakan apa yang ada dalam dirinya. Karena itu merupakan karunia dari Allah, manusia tidak boleh menyalahgunakan bahasa, baik dengan berbohong, berbicara yang tidak benar, menghalalkan haram dan halal, dan sebagainya.

4. Pulralisme Agama

Pada dasarnya manusia mempunyai kebebasan untuk meyakini agama yang dipilihnya dan beribadah menurut keyakinan tersebut. Fitrah adalah ciptaan,dan agama adalah ciptaan Allah. Sementara itu, manusia juga diciptakan oleh Allah. Sehingga tidak mungkin terjadi kontradiksi karena Opsi yang terbaik adalah memilih agama ciptaan Allah. Yang spanjang sejarah, disempurnakan dengan datangnya Rosul terakhir.

5. Pluralisme Partai

Dalam Islam, partai atau golongan disebut dengan hizb. Ciri partai dalam QS Ar-Rum ayat 32, yaitu :

“Setiap partai atau golongan gembira dengan apa yang ada pada mereka.”

Maksudnya adalah suatu partai/golongan yang diakui adalah bila timbul rasa kecintaan dan kebanggaan orang partai kepada partainya. Dalam Islam terdapat dua partai, yaitu partai Allah dan partai setan/iblis. Jika kesenangan partai masih pada batas kewajaran maka dapat disebut partai Allah.

6. Pluralisme Profesi (usaha yang diperoleh untuk mencari rezeki)

Pluralisme prifesi bertujuan positif yaitu menopang kehidupan bersama atas dasar saling membutuhkan antar sesama manusia dan bukan untuk kezaliman. Atas dasar ini Islam melarang penipuan, riba, bersikap curang, dan sebagainya. Sebaliknya Islam menganjurkan seseorang yang memiliki rezeki untuk berbagi rezekinya padaorang lain yang membutuhkan.

7. Pluralisme Sumber Daya

Implikasi pluralisme sumber daya ini adalah bahw seseorang tidak dapat menghalangi orang lain dalam masyarakat dan alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selama ia berjalan dalam qoridor hukum yang benar. Hal itu karena, Allah memberikan kebutuhan-kebutuhan hidup bagi semua manusia.

BAB III : Pluralisme syari’ah dan hukum

A. Pengertian Pluralisme Syariah dan hukum

1. Pengertian Pluralisme Syariah

Pluralisme syari’ah dalam pengertian khusus adalah seluruh agama yang dibawa oleh nabi Muhammad, sedangkn dalam arti sempit yaitu kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada orang dewasa melalui ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits nabi.

Melihat kenyataan praktek syari’ah dalam sejarah, maka sebenarnya terdapat berbagai syariah yang berasal dari Allah, dan semuanya mengacu pada satu tujuan yakni menyembah Allah. Jadi dari segi praktek cara melaksanakan agama dalam sejarah terdapat pluralisme syari’ah tetapi dari segi iman dan keyakinan akan adanya Allah maka yang ada hanya monoisme syariah.

2. Pengertian Pluralisme Hukum

Pluralisme adalah suatu kenyataan dalam sejarah hukum Islam. Pluralisme itu ada dalam dunia Ahlus-Sunnah, Khawarij, dan Syi’ah. Karena itu dalam hukum Islam terdapat pendapat yang bervariasi tentang permasalahan tertentu. Begitu pluralnya pendapat hukum dalam Fiqih Islam sehingga hmpir tidak ada permasalahan hukum yang tidak mungkin dikembalikan pada pendapat fiqih tertentu.

Pluralisme sangat membantu para pencari hukum dan keadilan untuk menemukan hukum yang tepat bagi permasalahan yang dihadapinya. Pluralisme hukum tidak hanya telihat pada hukum fiqih atau hukum Islam, tetapi juga hukum adat dan warisan kolonial.


DAFTAR PUSTAKA

v Malik Thoha, Anis,Tren Pluralisme Agama (tinjauan kritis), Jakarta : Perspektif, 2005.

v Rumadi dkk, Nilai-nilai Pluralisme dalam Islam, Bandung : Penerbit Nuansa, 2005.

v Sukidi, Teologi Inklusif CAK NUR, Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2001.

v Fathi Osman, Mohamed, Islam, Pluralisme & Toleransi Keagamaan (pandangan Al-Qur’an, kemanusiaan, sejarah, dan peradaban), Jakarta : PSIK Universitas Paramadina, 2006.

v Shihab, Alwi, Islam Inklusif (menuju sikap terbuka dalam beragama), Bandung : Penerbit Mizan Anggota IKAPI, 1998.



[1] Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama,(Jakarta: Perspektif, 2005). hal 11

[2] Idem, hal 12

[3] Idem, hal 13

[4] Idem, hal 15

[5] Idem, hal 16

[6] Idem, hal 18

[7] Rumadi dkk, Nilai-nilai Pluralisme dalam Islam,( Bandung : Penerbit Nuansa, 2005). hal 70

Leadership

Pemimpin tentunya harus dapat mengawasi tingkah laku anggota kelompok berdasarkan patokan-patokan yang telah dirumuskan bersama.

Pemimpin menyadari kebutuhan, keinginan, dan cita-cita anggota kelompoknya dan mewakili mereka kedalam maupun keluar kelompok.

Pemimpin juga harus mengenal dengan baik sifat pribadi para pengikutnya dan mampu menggerakkan semua potensi dan tenaga anak buahnya seoptimal mungkin dalam setiap gerak usahanya demi kesuksesan organisasi.

Floyd Ruch merumuskan tugas-tugas seorang pemimpin sebagai berikut:

a. Structuring the situation

yakni memberikan struktur yang jelas tentang situasi-situasi rumit yang dihadapi oleh kelompoknya. Tugas pemimpin:

ü Pemimpin harus dapat membedakan yang terpenting dan yang kurang penting serta memusatkan perhatian anggota kelompoknya kepada tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh kelompok tersebut dalam situasi rumit sekalipun demi kepentingan seluruh anggota kelompok.

ü Pemimpin harus sensitif, dapat merasakan kebutuhan kelompok, dapat menilainya serta membimbing anggota kelompok satu persatu kearah yang ingin dicapai anggota kelompok sebagai keseluruhan.

ü Pemimpin harus berusaha agar anggota kelompoknya dapat mencapai tujuan individual dalam kelompok dan menggabungkan tujuan individu tersebut dengan tujuan kelompok.

ü Selanjutnya pemimpin harus mengatasi perasaan tidak aman dalam kelompok yang mungkin timbul apabila kegiatan di masa depan belum jelas, tugas pemimpin juga mengurangi perasaan tidak aman dengan memberi kepastian dalam situasi yang menimbulkan keragu-raguan.

b.Controlling group-behavior

yakni mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok. Seorang pemimpin dituntut untuk:

v Membuat peraturan yang dapat menyalurkan aktivitas anggota kelompok sehingga selaras dengan peraturan kelompok. Baik dengan menggunakan sangsi, kecaman, tindakan yang tegas, pemimpin dapat menyalurkan penyelewengan ke arah yang seharusnya.

Dalam mengawasi kegiatan kelompok ia harus berjaga-jaga agar peraturan kelompok jangan disalah gunakan oleh individu dan ia harus berjaga-jaga agar individu jangn disalah gunakan oleh kelompok.

c. Spokesman of the group

Pemimpin harus menjadi juru bicara kelompoknya. Dalam hal ini, seorang pemimpin harus dapat merasakan dan menerangkan kebutuhan kelompok kedunia luarnya baik mengenai sikap, pengharapan, tujuan, dan kekhawatiran-kekhawatiran kelompok. Pemimpin diharapkan dapat menafsirkan sendiri dimana letak kebutuhan kelompok secara tepat.

Tugas-tugas pemimpin tersebut memerlukan kecakapan dan sifat-sifat tertentu yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Pada umumnya, pemimpin yang dipilih memiliki sifat kepemimpinan yang berhubungan erat dengan tujuan kelompok, jenis-jenis kegiatan yang harus dipimpin, ciri-ciri anggota kelompok, dan kondisi yng terdapat disekitar kelompok.

Namun, Ralph M. Stogdill dalam bukunya Personal Factor Associated with Leadership yang dikutip oleh James A.Lee dalam bukunya Management Theories and Prescriptions, menyatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki beberapa kelebihan:

a) Kapasitas, seperti kecerdasan, kewaspadaan kemampuan berbicara atau verbal facility, kemampuan menilai.

b) Prestasi, seperti gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan, perolehan dalam olahraga, dan lain-lain.

c) Tanggung jawab, seperti mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif, dan punya hasrat untuk unggul.

d) Partisipasi, seperti aktif, memiliki sosiabilitas yang tinggi, mampu bergaul, suka bekerja sama, mudah menyesuaikan diri, dan punya rasa humor.

e) Status, meliputi kedudukan sosial-ekonomi yang cukup tinggi, populer, tenar.[4]

Kaum Dinamika Kelompok berpendapat, bahwa terdapat ciri-ciri yang harus dimiliki pemimpin secara umum:

a). Persepsi Sosial

yaitu kecakapan untuk cepat melihat dan memahami perasaan, sikap, kebutuhan anggota kelompok. Yang berfungsi sebagai penyambung lidah anggota kelompoknya dan memberikan patokan yang menyeluruh tentang keadaan di dalam maupun diluar kelompok.

b). Kemampuan berfikir abstrak

yaitu kemampuan yang berfungsi untuk menafsirkan kecenderungan kegiatan di dalam kelompok dan keadaan diluar kelompok dalam hubungannya dengan realisasi tujuan-tujuan kelompok. Dalam hal ini diperlukan ketajaman penglihatan dan kemampuan analitis yang didampingi oleh kemampuan mengabstraksi dan mengintegrasikan fakta-fakta interaksi sosial di dalam maupun di luar kelompok. Kemampuan tersebut memerlukan taraf intelegensia yang tinggi pada seorang pemimpin.

c). Kestabilan Emosi

yaitu suatu kematangan emosional yang berdasarkan pada kesadaran yang mendalam tentang kebutuhan, keinginan, cita-cita serta pengintegrasian semua itu kedalam kepribadian yang bulat dan harmonis. Yang diperlukan untuk dapat merasakan keinginan dan cita-cita anggota kelompok secara nyata dan untuk dapat melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan yang lain secara wajar.

c. Kepemimpinan dalam Dakwah

kepemimpinan dalam islam merupakan suatu tanggung jawab yang harus dilakukan oleh setiap orang, paling tidak untuk dirinya sendiri dan harus dipertanggungjawabkan dihadapan manusia dan Allah. Seorang pemimpin harus memberikan suri teladan yang baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan sebagai wujud dari rasa tanggung jawabnya. Pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu mengarahkan dan membentuk masyarakatnya menjadi manusia-manusia yang berguna bagi dirinya dan dan orang lain. Ini sesuai dengan hadits nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Abdullah bin Umar, yang artinya:

“Dari Abdullah bin Umar berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda, “Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu bertanggung jawab terhadap yang dipimpin, seorang imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas yang dipimpin, seorang laki-laki adalah pemimpin didalam keluarganya dan bertanggung jawab atasnya dan seorang perempuan adalah pemimpin dirumah suaminya dan bertanggug jawab atasnya dan seorang pembantu adalah pemimpin atas harta tuannya dan bertanggung jawab atasnya.”

Kepemimpinan dalam dakwah adalah sifat dan ciri tingkah laku pemimpin yang mengandung kemampuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan daya kemampuan seseorang atau kelompok guna mencapai tujuan dakwah yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, pemimpin dakwah adalah orang yang dapat menggerakkan orang lain yang ada disekitarnya untuk mengikutinya dalam proses mencapai tujuan dakwah. Tugas-tugas pemimpin Dakwah:

  1. Pemimpin dakwah harus berusaha mengembangkan motif-motif dalam diri sasaran dakwah serta mengarahkan motif-motif tersebut ke arah tujuan dakwah.
  2. Pemimpin dakwah harus memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri dinamis yang dapat mempengaruhi dan menggerakkan orang ke arah satu tujuan sehingga terciptalah suatu dinamika dikalangan pengikutnya yang terarah dan bertujuan.
  3. Islam menggariskan ciri pemimpin yang paling esensial yaitu keimanan dan ketaatan kepada Allah.

Seorang Dai dalam masyarakatnya adalah sebagai pemimpin. Jika da’I dapat memperhatikan tipe-tipe atau ciri-ciri kepemimpinan dan bekerja sama dengan berbagai pola kepemimpinan yang ada dalam masyarakat baik formal, baik pemerintahan maupun informal, InsyaAllah misi dakwah dapat berhasil dengan efektif.




[1] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakata: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 29.

[2] Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, hlm. 125.

[3] Faizah, Psikologi Dakwah, hlm. 162.

[4] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, hlm. 31.

Petunjuk Eksternal untuk mengetahui Karakteristik Orang

Petunjuk-Petunjuk Untuk Mengetahui Karakteristik Orang

A. Petunjuk Proksemik

Proksemik adalah studi tentang penggunaan jarak daam menyamaikan pesan; istilah ini dilahirkan oleh antroplog intercultural Eward T. Hall. Hall membagi jarak kedalam empat corak; jarak public, jarak sosial, jarak personal, dan jarak akrab. Jarak yang dibuat individu dalam hubungannya dengan orang lain menunjukkan tingkat keakraban di antara mereka. Betulkah kita pun mempersepsi orang lain dengan melihat jaraknya dengan kita? Bagaimana penanggap mentimpulkan sesuatu dari jarak interpersonal?

Pertama, seperti Edward T. Hall, kita juga menyimpulkan keakraban seorang dengan orang lain dari jarak mereka, seperti yang kita amati. Kedua, erat kaitannya dengan yang pertama, kira menangapi sifat orang lain dari cara orang itu membuat jarak dengan kita. Ketiga, caranya orang mengatur ruang mempengaruhi persepsi kita tentang orang itu.[1]

B. Petunjuk Kinesik (Kinesic Cues)

Petunjuk kinesik adalah persepsi yang didasarkan kepada gerakan orang lain yang ditunjukkan kepada kita. Beberapa penelitian membuktikan bahwa persepsi yang cermat tentang sifat-sifat dari pengamatan petunjuk kinesik. Begitu pentingnya petunjuk kinesik, sehingga apabila petunjuk-petunjuk lalin (seperti ucapan) bertentangan dengan petunjuk kinesik, orang mempercayai yang terakhir. Mengapa? Karena petunjuk kinesik adalah yang paling sukar untuk dikendalikan secara sadar oleh orang yang menjadi stimuli (selanjutnya disebut persona stimuli-orang yang dipersepsi;lawan dari persona penanggap).

[3]Petunjuk ini terdiri dari tiga kompunen utama yaitu:

a. Pesan fasial

Pesan ini menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna : kebahagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad. Leathers (1976) menyimpulkan penelitian tentang wajah sebagai berikut:

Ø Wajah mengkomunikasikan penilaian tentang ekspresi senang dan tak senang, yang menunjukkan komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk.

Ø Wajah mengkomunikasikan minat seseorang kepada orang lain atau lingkungan.

Ø Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam suatu situasi.

Ø Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataannya sendiri.

Ø Wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurangnya pengertian.

b. Pesan gestural

Menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasikan berbagai makna. Menurut Galloway, pesan ini berfungsi untuk mengungkapkan:

Ø Mendorong/membatasi.

Ø Menyesuaikan/mempertentangkan.

Ø Responsif/tak responsif.

Ø Perasaan positif/negatif.

Ø Memperhatikan/tidak memperhatikan.

Ø Melancarkan/tidak reseptif.

Ø Menyetujui/menolak.

Pesan gestural yang mempertentangkan terjadi bila pesan gestural memberikan arti lain dari pesan verbal atau pesan lainnya. Pesan gestural tak responsif menunjukkan gestur yang yang tidak ada kaitannya dengan pesan yang diresponnya. Pesan gestural negatif mengungkapkan sikap dingin, merendahkan, atau menolak. Pesan gestural tak responsive mengabaikan permintaan untuk bertindak.

c. Pesan postural

Berkaitan dengan keseluruhan anggota badan. Mehrabian menyebutkan tiga makna yang dapat disampaikan postur:

Ø Immediacy

Merupakan ungkapan kesukaan atau ketidaksukaan terhadap individu yang lain. Postur yang condong kea rah lawan bicara menunjukkan kesukaan atau penilaian positif.

Ø Power

Mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator.

Ø Responsiveness

Individu mengkomunikasikannya bila ia bereaksi secara emosional pada lingkungan, baik positif maupun negatif.

C. Petunjuk Wajah

Diantara berbagai petunjuk non verbal, petunjuk fasial adalah yang paling penting dalam mengenali perasaan persona stimuli. Ahli komunikasi non verbal, Dale G. Leather (1976:21), menulis; “Wajah sudah lama menjadi sumber informasi dalam komunikasi interpersonal. Inilah alat yang sangat penting dalam menyampaikan makna.

Dalam beberapa detik ungkapan wajah dapat menggerakkan kita ke puncak keputusan. Kita menelaah wajah rekan dan sahabat kita untuk perubahan-perubahan halus dan nuansa makna dan mereka,pada gilirannya, menelaah kita”.

Walaupun petunjuk fasial dapat mengungkapkan emosi, tidak semua orang mempersepsi emosi itu dengan cermat. Ada yang sangat sensitive pada wajah, ada yang tidak.

Sekarang para ahli psikologi sosial sudah menemukan ukuran kecermatan persepsi wajah itu dengan tes yang disebut FMST-facial meaning sensitivity test (tes kepekaan makna wajah). Dengan tes ini, kepekaan kita menangkap emosi pada wajah orang lain dapat dinilai skornya.[4]

D. Petunjuk Paralinguistik

Yang dimaksud paralinguistik ialah cara orang mengucapkan lambing-lambang verbal. Jadi, jika petunjuk verbal menunjukkan aoa yang diucapkan, petunjuk paralinguistik mencerminkan bagaimana mengucapkannya. Ini meliputi tinggi-rendahnya suara, tempo bicara, gaya verbal (dialek), dan interaksi (perilaku ketika melakukan komunikasi atau obrolan).

Suara keras akan dipersepsi marah atau menunjukkan hal yang sangat penting. Tempo bicara yang lambat, ragu-ragu, dan tersendat-sendat, akan dipahami sebagai ungkapan rendah diri atau … kebodohan.

Dialek ug digunakan menentukan persepsi juga. Bila perilaku komunikasi (cara bicara) dapat memberikan petunjuk tentang kepribadian persona stimuli, suara mengungkapkan keadaan emosional.

Merupakan pesan non-verbal yang berhubungan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan dengan cara yang berbeda. Hal-hal yang membedakan antara lain : nada, kualitas suara, volume, kecepatan, dan ritme. Secara keseluruhan, pesan paralinguistik merupakan alat yang paling cermat unuk menyampaikan perasaan kita kepada orang lain.

E. Petunjuk Artifaktual

Petunjuk artifaktual meliputi segala macam penampilan (appearance) sejak potongan tubuh, kosmetik yang dipakai, baju, pangkat, badge, dan atribut-atribut lainnya. Bila kita mengetahui bahwa seseorang memiliki satu sifat (misalnya, cantik atau jelek), kita beranggapan bahwa ia memiliki sifat-sifat tertentu (misalnya,periang atau penyedih); ini disebut halo effect. Bila kita sudah menyenangi seseorang, maka kita cenderung melihat sifat-sifat baik pada orang itu dan sebaliknya.

Pesan ini diungkapkan melalui penampilan, body image, pakaian, kosmetik, dll. Umumnya pakaian kita pergunakan untuk menyampaikan identitas kita, yang berarti menunjukkan kepada orang lain bagaimana perilaku kita dan bagaimana orang lain sepatutnya memperlakukan kita. Selain itu pakaian juga berguna untuk mengungkapkan perasaan (misal pakaian hitam berarti duka cita) dan formalitas (misal sandal untuk situasi informal dan batik untuk situasi formal)

Selain berbagai petunjuk diatas, petunjuk verbal juga mempunyai peran. Yang dimaksud dengan petunjuk verbal disini adalah isi komunikasi persona stimuli, bukan cara. Misalnya, orang yang menggunakan pilihan kata-kata yang tepat, mengorganisasikan pesan secara sistematis, mengungkapkan pikiran yang dalam dan komprehensif, akan menimbulkan kesan bahwa orang itu cerdas dan terpelajar.

F. Pesan sentuhan dan bau-bauan

Berbagai pesan atau perasaan dapat disampaikan melalui sentuhan, tetapi yang paling sering dikomunikasikan antara lain : tanpa perhatian (detached), kasih saying (mothering), takut (fearful), marah (angry), dan bercanda (playful). Bau-bauan telah digunakan manusia untuk berkomunikasi secara sadar maupun tidak sadar. Saat ini orang-orang telah mencoba menggunakan bau-bauan buatan seperti parfum untuk menyampaikan pesan.

G. Petunjuk dari Tulisan Tangan

Saat kita menulis sebenarnya tangan kita hanya sebagai alat untuk memegang pena. Gaya tulisan kita itu berasal dari pikiran bawah sadar kita. maka bisa dikatakan bahwa tulisan bisa mengungkapkan berbagai perasaan emosi si penulisnya. Untuk mengetahui itu ada ilmu yang disebut graphology.
a. Tekanan
Dari kuat atau ringannya tekanan tulisan seseorang kita dapat mengetahui karakter orang tersebut. Bisa agan perhatikan dengan memperhatikan bekas goresan dibalik kertas.
a). Tekanan yang kuat:
Orang yang tulisannya tebal hingga menimbulkan bekas coretan dibalik kertas biasanya mereka memiliki emosional yang tinggi. Terlalu mendalami perasaan mereka baik itu bahagia atau sakit hati. Mereka menyerap segala suatu seperti spon. Biasanya mereka juga memiliki selera yang tinggi. Tegas dan memiliki keinginan yang kuat bahkan cenderung memaksakan orang lain untuk menuruti kemauan meraka. Makanya tak jarang orang yang memiliki tekanan tulisan seperti ini biasanya kaku susah menyesuaikan diri dalam pergaulan.
b). Tekanan yang ringan:
Tulisan yang memiliki tekanan halus mencerminkan kepribadian yang tenang dan santai. Mereka lebih bertoleransi pengertian sulit mengambil keputusan dan biasanya mudah terpengaruh
b. Ukuran
a). Tulisan besar
Orang yang menulis dengan ukuran tulisan yang besar biasanya cenderung suka diperhatikan selalu ingin tampil didepan dan ingin didengarkan.
b). Tulisan kecil
Orang yang menulis dengan ukuran kecil biasanya lebih memperhatikan detail introspektif cenderung lebih pendiam dan mandiri
c. Kemiringan
a). Miring ke kanan
Orang dengan tulisan seperti ini biasanya memiliki karakter yang impulsif emosional aktif suka bergaul ramah menyukai tantangan lebih terbuka (ekstrovert) dan ekspresif
b). Miring ke kiri
Jenis tulisan seperti ini biasanya penulisnya bersikap menutup diri (introvert). Lebih protektif selalu berpikir logis dan mencerminkan sifat seseoarang yang lebih menarik diri.
c). Tegak lurus
Orang yang memiliki tulisan tegak lurus mencerminkan seseorang yang bisa mengontrol diri dan bisa menahan Saat kita menulis sebenarnya tangan kita hanya sebagai alat untuk memegang pena. Gaya tulisan kita itu berasal dari pikiran bawah sadar kita. maka bisa dikatakan bahwa tulisan bisa mengungkapkan berbagai perasaan emosi si penulisnya.

H. Petunjuk dari Huruf Awal Namanya




Kamis, 24 Desember 2009

kesulitan belajar siswa yang disebabkan oleh gangguan emosional

Pendekatan Filosofis terhadap Penyelesaian Masalah Klien dalam Proses BPI

"Kesulitan Belajar Siswa yang disebabkan oleh Gangguan Emosional"

BAB I : Pendahuluan

Jika kita mendengar cerita dari seorang guru tentang anak muridnya yang cerdas, secara sepintas anak tersebut dianggap sebagai anak yang berhasil dan tidak mempunyai masalah. Hasil prestasinya baik, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan tuntutan sekolah, disenangi teman-teman, guru-gurunya dan sebagainya. Jika ditelusuri lebih dekat maka ternyata anak yang dianggap cerdas ini juga mempunyai masalah, misalnya ia mempunyai rasa was-was, berdebar-debar, dan agak gugup dalam menghadapi ujian dan agak gugup pula kalo menghadapi orang banyak.

Sebelum kita membahas diri manusia itu sendiri, kita akan membahas terlebih dahulu mengenai latar belakang kesulitan belajar siswa yang meliputi: bentuk-bentuk gangguan emosional, indikator-indikator dari sikap tersebut, latar belakang gangguan emosional, lalu kemudian diri manusia itu sendiri dan yang terakhir yaitu cara penanggulan dan bantuan yang dapat diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar karena gangguan emosional.

BAB II : Pembahasan

A. Gangguan Emosional

Masalah gangguan emosional dapat timbul pada seorang anak dalam usahanya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Gangguan emosional tersebut dapat berbentuk ketakutan, kecemasan, perasaan mudah tersinggung, kenakalan, perasaan gugup dan bentuk-bentuk lainnya. Gangguan emosional itu termasuk kesulitan yang tidak mudah tampak, lebih-lebih kalau anak tersebut memiliki beberapa kelebihan seperti berbakat dan cerdas. Tetapi pada suatu waktu yang kritis, gangguan emosional ini dapat menimbulkan kesulitan juga baginya.

Tingkat keparahan gangguan emosional dan faktor-faktor penyebabnya serta latar belakang terbentuknya kepekaan emosi pada anak itu berbeda-beda. Jika masalah yang ditimbulkan akibat tidak mampunya seorang anak menyesuaikan diri dengan lingkungan, maka akan terdapat 4 kriteria yaitu :

1. Kalau ada keberhasilan dalam penyesuaian anak dengan lingkungannya dikatakan bahwa ia dapat menyesuaikan diri

2. Kalau tidak terjadi kesesuaian antara anak dengan lingkungan maka ia mngalami gangguan dalam penyesuaian dirinya.

3. Kalau dalam kesalahan penyesuaian diri ini, anak mempunyai cukup kekuatan untuk melawan lingkungan maka dapat timbul tingkah laku yang agresif.

4. Kalau anak merasa tidak cukup kemampuan dan kekuatan maka ia akan menarik diri dari lingkungan (memencilkan diri).

Maka dapat dikatakan bahwa agresifitas dan pemencilan diri itu merupakan dua kutub yang berlawanan dari pernyataan tingkah laku yang tidak sesuai. Jadi, pengamatan pertama terhadap gangguan emosional dapat dilihat dari kecendrungan tingkah laku anak yang agresif dan yang memencilkan diri.

a. Indikator-indikator dari tingkah laku Agresif

Adapun contoh-contoh dari perilaku agresif yaitu ;

- Berbohong

Sifat ini bukan gangguan emosional, tetapi itu merupakan gejala bahwa anak merasa lebih baik tidak mengatakan jujur dari pada menghadapi suatu kenyataan yang mungkin menyakitkan hatinya.

- Nyontek dan Mencuri

Itu merupakan salah satu cara untuk menutupi ketidakmampuan untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.

- Merusak

Sifat ini bukan perbuatan alamiah si anak, mungkin karena tidak sengaja, akan tetapi bila dengan sengaja, ini merupakan agresifitas yang perlu mendapatkan perhatian.

- Kejam

Anak berbuat kekejaman mungkin karena ia tidak tahu. Tetapi dapat juga ia berbuat kejam sebagai pengakuran perlakuan seperti dari anak yang lebih tua, atau dari orang tuanya. Apapun alasannya itu termasuk perbuatan agresif.

- Mengganggu anak yang lebih kecil

Ini termasuk perbuatan agresif, mungkin saja ada tujuan tertentu seperti memeras dan ingin dianggap sebagai orang yang lebih kuat.

- Menentang

Sifat ini dapat merupakan cara anak menyatakan kebebasannya. Ini juga mungkin merupakan caranya untuk mengidentifikasi diri.

- Marah-marah

Merupakan gjeala ketidaksesuaian emosional. Setiap kali ia merasakan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya maka ia akan marah-marah atau uring-uringan.

Gangguan emosional ini biasanya timbul karena ketidakmampuannya menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sifat agresifitas dapat juga disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan atau kebiasaan tingkah laku teman-temannya. Contohnya : jika ia mempunyai teman yang agresif atau berlatih bela diri, yudo, karate, dan lain-lain yang mengutamakan kekerasan dan kekuatan. Keagresifan inilah yang dibawa dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari.

b. Indikator-indikator dari perilaku memencilkan diri

Anak yang memencilkan diri biasanya tidak banyak menimbulkan gangguan, tetapi mungkin saja ia mempunyai masalah yang serius. Adapun contoh dari perilaku memencilkan diri yaitu :

- Menangis

Pada masa TK, jika anak menangis itu merupakan hal yang biasa, namun jika sudah agak lama anak tersebut menangis itu merupakan gejala kekurangmatangannya untuk sekolah. Kalo anak yang lebih besar menangis itu dapat dikarenakan ia tidak mampu menghadapi situasi menegangkan, masalah, atau kesulitan.

Pada umumnya menangis mempunyai nilai mengendurkan ketegangan perasaan, terlalu bergenbira dapat keluar air mata, terlalu merasa sedih dapat diredakan dengan menangis. Dan kalau anak terlalu sering menangis itu dapat menunjukkan adanya gejala-gejala emosional.

- Melamun

Sifat ini dapat merupakan gelaja melarikan diri dari kenyataan, terutama yang tidak menyenangkan. Tidak jarang melamun dapat merupakan gejala emosional.

- Anak yang mudah merasa takut dan tidak tahu sebabnya

Hal ini merupakan gejala yang dapat mengarah ke masalah gangguan emosional.

Anak yang suka memencilkan diri sendiri, sering adanya kekurangan dirinya, terutama kepercayaan kepada dirinya sendiri. Untuk menutupi kekurangan-kekurangannya, ia membuat cerita-cerita tentang dirinya yang menarik.

c. Gejala-gejala jasmaniah dari ganguan emosional

Menggigit-gigit jari, mengusap-ngusap bagian badan, mungkin juga merupaskan suatu kebiasaan saja, tetapi kalau anak sering kali melakukan gerakan-gerakan itu, dapat merupakan reaksi terhadap gangguan emosional yang pernah dialami.

Kedipan mata yang sering, gerakan-gerakan yang aneh, dan suara-suara yang tidak wajar dapat merupakan gejala dari suatu gangguan emosional.

Kesadaran terlalu tinggi akan kekurangan jasmaniah dapat menimbulkan gangguan emosional.

d. Latar Belakang Gangguan Emosional

Gangguan emosional dapat disebabkan oleh hal-hal yang dialami sekarang, tetapi lebih banyak dilatarbelakangi oleh pengalaman yang lalu. Faktor-faktor yang melatarbelakangi gangguan emosional dapat berpangkal pada pengalaman di rumah, di sekolah, atau di masyarakat, dengan guru, teman, orang dewasa lain, dan sebagainya. Tetapi yang lebih besar pengaruhnya dan mendasari pengalaman-pengalaman yang lain adalah kehidupan di dalam keluarga.

Anak yang mempunyai gangguan emosional besar, kemungkinan mempunyai kehidupan keluarga yang kurang menguntungkan atau pergaulan dengan teman-teman yang agresif.

B. Kesulitan belajar siswa berdasarkan tinjauan Filsafat Manusia

Dalam setiap masalah atau problema yang terjadi, filsafat manusia memfokuskan dirinya pada pribadi diri manusia itu sendiri. Dalam setiap masalah, individu berperan aktif didalamnya bahkan masalah tersebut terkadang datang atau muncul karena disebabkan oleh individu itu sendiri. Dalam pembahasan ini yang dibahas yaitu perilaku yang Agresif dan Memencilkan diri.

a. Perilaku Agresif

jika dilihat dari dalam faktor individu itu sendiri, sikap agresif dapat disebabkan oleh gangguan psikisnya atau keadaan jiwanya, dapat pula berupa pengalaman-pengalaman yang tidak baik dari orang lain. Perilaku tersebut dapat dikontrol jika anak tersebut atau orang tersebut sudah dapat membedakan mana yang baik dan benar. Untuk anak remaja dan seterusnya, selayaknya sudah dapat mngatur diri sendiri, mana yang baik dan buruk.

Perilaku Agresif ini merupakan suatu kepemilikan atau kebiasaan

C. Peranan Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kesulitan belajar siswa yang disebabkan oleh gangguan emosional

Dalam proses penyembuhan, bagi yang mengalami gangguan emosional ringan dapat bersifat sementara dan mudah untuk disembuhkan. Namun, bagi yang mengalami gangguan emosional berat lebih sukar disembuhkan dan sering berupaya menghilangkan latarbelakangnya terlebih dahulu.

Bimbingan dan komnseling melakukan 2 cara yaitu Penanggulangannya dan bantuan yang dapat diberikan.

a. Penanggulangan

Ada 4 atahp Penanggulangan yaitu :

1. Dengan cara menelaah status siswa

yaitu mengumpulkan data informasi siswa tentang :

- Letak kekuatan dan kelemahan siswa dalam mengatasi tiap-tiap mata pelajaran disekolah.

- Hubungannya dengan anggota keluarga, guru, teman-teman sekelas, teman- teman dipergaulannya di luar sekolah.

- Sikap dan perilakunya dalam mengatasi situasi-situasi.

Adapun alat bantu yang digunakan yaitu :

> Wawancara dengan sisiwa tersebbut, guru, orasng tua, siswa (teman-temanya) dan sebagainya.

> Observasi diluar dan didalam kelas, dengan Cheklist.

> Test disusun oleh Guru atau Konselor

2. memperkirakan sebab-sebab kesulitan belajar

3. Menegakkan Diagnosa

Pada umumnya deskripsi diagnosa meliputi 4 aspek yaitu :

1. Aspek Intelektual (kemampuan-kemampuan inteligensinya)

a. Menguraikan tentang aktifitas-aktifitas intelektual

b. Menguraikan apa yang mungkin menjadi optimal niveau-nya.

c. Menguraikan tentang kemungkinan-kemungkinan positif yang dimilikinya dan tentang kemungkinan-kemungkinan negatif (atau yang tidak dimilikinya)

d. Bagaimana tendens-tendens ini nampak dan dikuasainya dalam menjalankan controle fungsinya.

2. Aspek Affektif, motivas dan pengendaliannya.

a. Apa yang menjadi sifat-sifat dasar yang khusus

b. Ada tidak adanya penyimpangan tertentu

c. Pre-occupasi apa saja yang ada

d. Bagaimana tendens-tendens ini menjadi pendorong atau penghalang dalam motivasinya.

3. Aspek Diagnostik Umum

a. Sedapat mungkin memberikan gambaran keseluruhan atau kemungkinan-kemungkinan yang dihadapinya.

b. Kemungkinan-kemungkinan atau defect-defect apakah yang misalnya logikanya, assosiasinya, percepsinya dan sebagainya.

4. Aspek Saran untuk Konseling dan prognioosa (harapamn sembuhnya)

a. Apa yang dapat dinasehatkan dalam kasus ini (theuraphhetis, educative, vocasional).

b. Apa saran pemeriksaan lain yang lebih mendalan tentang kelainan yang diduga (organios).

c. Bagaimana prognosisnya (sejauh mana harapan sembuhnya).

B. Bantuan yang diberikan kepada anak yang mengalami gangguan emosional

Terdapat 2 cara yang dapat dilakukan yaitu

1. Bantuan langsung kepada Anak

2. Bantuan dan kerja sama dengan orang-orang yang berpengaruh terhadapnya, maka yang ditackle tidak hanya anaknya tetapi juga orang tuanya, gurunya, temannya dan sebagainya.

Biasa disebut juga dengan cara "TERPADU" artinya tidak hanya bantuan langsung kepada anak, tetapi juga bantuan kerjasama dengan pihak-pihak lain, misalnya orang tua, guru, dapat juga dengan temannya secara simultan.

Cara yang dilakukan yaitu :

1. Bantuan Langsung kepada anak

a. Biasanya tekhnik yang dilakukan yaitu "Electic Counseling", yang merupakan gabungan antara directive dan non-directive counseling yang diintegrasikan.

Electic yaitu Choosing the best out of everything (memilih yang terbaik, yang paling cocok dari berbagai pilihan ). Dengan demikian, Electic Counseling adalah memilih diantara tekhnik-tekhnik konseling yang paling cocok untuk client itu.

Electic Counselor mendasari konselingnya atas konsep-konsep yang diambil dari sejumlah pendekatan dan tidak pada satu pendekatan yang eksklusif. Kalau ia menggunakan secara sengaja dalam prakteknya konsep directive maupun non directive, maka hasilnya adalah electic.

Menurut Webster dictionary, yang benar-benar ecletic adalah "Strives to select that which he finds best in the various theories or systems (usaha untuk memilih satu yang ia anggap terbaik diantara berbagai teori atau sisitem). Leona E. Tyler menyarankan, supaya setiap koselor hendaknya berusaha untuk mengembangkan sintesanya sendiri. Menegakkan suatu teori sendiri barang kali merupakan kewajiban selama hidupnya.

Pendekatan electic merupakan pendekatan konselor, sesuai dengan orientasinya, pandangan hidupnya, style of lifenya. Dari pengalaman praktek yang kumulatif, konselor berusaha membentuk satu pendekatan konseling yang merupakan perpaduan dari berbagai pendekatan, disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan yang klien hadapi. Jadi pendekatan electic ini :

- Merupakan pendekatan konseling yang sesuai dan selaras dengan orientasi, style of life dari konselor.

- Disesuaikan dengan masalah yang dialami oleh klien. Keadaan klien sendiri dan lingkungannya dan tujuan konseling.

b. Tekhnik eclectic conseling ini dapat digunakan baik untuk mengatasi agresifitas maupun pemencilan diri.

c. peranan konselor terutama :

- memberikan pengertian-pengertian tentang pemahaman diri, lingkungan, penyesuaian-penyesuaian, merubah suasana emosi, merubah pandangan, sikap dan perilaku.

- Usaha memberi motivasi positif, misalnya menciptakan hubungan baik dengan guru dan teman-teman, pemberian tanggungjawab.

- Usaha mengganti kebiasaan-kebiasaan dan memberi latihan-latihan dan reinforcment.

2. Bantuan Kerjasama dengan pihak lain.

Bersamaan waktunya dengan bantuan langsung pada anak, maka bantuan kerjasama yang paling penting dalam merubah gangguan emosional siswa ialah dengan orang tua, guru dan teman-teman.

Mereka diminta berpartisipasi aktif ikut serta dalam usaha bersama untuk menolong siswa ini. Mereka diajak bertukar pikiran untuk mendapatkan jalan keluarnya, cara-cara memperlakukan siswa yang tepat dan kemudian di praktekkannya dengan pengarahan-pengarahan dari konselor.

Daftar Pustaka

Partowisastro, Koestoer, Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah-sekolah jilid 3, Jakarta : Erlangga, 1984.

Partowisastro, Koestoer, Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah-sekolah jilid 2, Jakarta : Erlangga, 1984.

Hallen, Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Ciputat Pers, 2002.